BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Majunya suatu bangsa
dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang
tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan yang
dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat formal, meliputi
proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan kualitas
pendidikan dicerminkan oleh prestasi belajar siswa. Sedangkan keberhasilan atau
prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang bagus. Karena
kualitas pendidikan yang bagus akan membawa siswa untuk meningkatkan prestasi
belajar yang lebih baik.
Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi
hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan
mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah
lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru
sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi
belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan positif pada diri
siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan konsep selama
ini, metode dan model pembelajaran mana yang tepat untuk dipakai dalam
menyajikan suatu pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan siswa dalam
belajar.
Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif
dalam proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang
menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar
siswa.
Salah satu alternatif untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan di atas adalah model
pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan masalah yang
dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan
menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil
belajar. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan,
metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru
diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam
proses belajar mengajar guru harus menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar
serta mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip – prinsip belajar
mengajar dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu
materi pelajaran tertentu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dari
makalah ini adalah model pembelajaran discovery learning.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai
masukan dan pertimbangan kepada mahasiswa sebagai calon guru untuk menggunakan
model pembelajaran discovery learning.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Discovery
Learning
Penemuan
(discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur
atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa
ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Wilcox
(Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar
sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri.
Pengertian
discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong
siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip
umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah
pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif
didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang
disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell
(1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa
memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian
sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat
membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan
kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan
observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran
penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam
pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong
untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan
melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau
konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran
Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa
sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam
pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan
hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat
Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau
proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning
adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia
dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar
penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan
sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan
bermasyarakat.
B. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell (1978)
mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni
sebagai berikut:
a. Dalam penemuan
siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran
meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui
pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate)
informasi tambahan yang diberikan
c. Siswa juga
belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya
jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
d. Pembelajaran
dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif,
saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat
beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep
dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan
yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar
yang baru.
C. Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dalam
pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi,
strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Strategi
Induktif
Strategi ini
terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian
generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan
sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan
(penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko,
apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya kesimpulan yang ditemukan
dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan “barangkali”
atau “mungkin”.
b. Strategi
deduktif
Dalam
matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian.
Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka
metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari
konsep matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya,
siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia
ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas lingkaran, siswa
dapat diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah sector
yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk
seperti persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui
sebelumnya, siswa akan dapat menemukan bahwa luas lingkaran adalah
D. Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dahar (1989)
mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni
sebagai berikut:
a. Merencanakan
pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan
materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk
memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada
pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan
fakta-fakta yang berlawanan.
c. Guru juga harus
memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
d. Bila siswa
memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi
ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru
sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e. Menilai hasil
belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar
tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan
menemukan generalisai-generalisasi itu.
E. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
·
Kelebihan discovery learning
1. Dapat meningkatkan kemampuan
siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi
3. Mendorong keterlibatan
keaktifan siswa
4. Siswa aktif dalam kegiatan
belajar mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan
hasil akhir.
5. Menimbulakan rasa puas bagi
siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga
minat belajarnya meningkat
6. Siswa akan dapat mentransfer
pengetahuannya keberbagai konteks.
7. Melatih siswa belajar mandiri
·
Kekurangan discovery learning
1. Guru merasa
gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswa
2. Menyita waktu
banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar.
Untuk seorang guru ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan
waktu yang banyak. Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak
memberi motivasi dan membimbing siswa belajar dengan baik.
3. Menyita
pekerjaan guru.
4. Tidak semua
siswa mampu melakukan penemuan
5. Tidak berlaku
untuk semua topik .
F. Aplikasi Pembelajaran
Discovery Learning di Kelas
a. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning
Seorang guru
bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus
melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner,
yaitu:
a) Menentukan
tujuan pembelajaran.
b) Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya).
c) Memilih materi
pelajaran.
d) Menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e) Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa.
f) Mengatur
topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke
abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g) Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam
Budiningsih, 2005:50).
b. prosedur
aplikasi discovery learning
Adapun menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery
Learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:
a) Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam
Affan, 1990:198).
Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak
didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation
pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini
Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi
internal yang mendorong eksplorasi.
b) Problem statement
(pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
(Syah 2004:244).
c) Data collection
(pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah,
2002:22).
d) Data processing
(pengolahan data).
Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e) Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih,
2005:41).
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik
belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22).
Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran discovery learning (penemuan) merupakan salah satu
model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada
pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong
siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan
mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan
membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja hingga
menemukan jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan
untuk berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri,
karena mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi.
Pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat
menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat
melakukan penemuan.
B. Saran
Karena model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk
materi materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan
agar mampu memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat
diterapkan dalam proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan
beberapa siswa saja, karena model pembelajaran discovery diperlukan keaktifan
seluruh siswa.
Selain itu alat – alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah
diusahakan oleh guru atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini,
tujuannya untuk memberikan siswa pengalaman langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematika
Elvira-yunita-utami.Penerapan
Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran Matematika dalam Usaha
Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Neg 2
Pengasih Kabupatan.Kulon Progo
http-3A-2Findex-of-ppt.com-2FMetode-2Pembelajaran-2FDiscovery-2FLearning-2F
Ratumanan, T. G. 2004. Belajar
dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.
0 komentar:
Posting Komentar